Hutan Adat Suku Baduy Dirusak, Ketua DPD Minta Penambang Liar Dihukum Berat

SURABAYA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyoroti keluhan warga Suku Baduy yang hutan adatnya dirusak penambang emas liar. LaNyalla meminta penambang emas tanpa izin (PETI) atau gurandil itu dihukum berat.

“Budaya dan kearifan lokal harusnya dipelihara, termasuk tanah ulayatnya dijaga dan dilestarikan, bukan malah dirusak,” tuturnya, Senin (26/4/2021).

Senator asal Jawa Timur itu juga memberikan perhatian khusus terhadap kepedihan Suku Baduy yang viral di media sosial.

Dalam sebuah video, warga Baduy menunjukkan kesedihannya lantaran tanah larangan di Gunung Liman yang berada di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, dirusak dengan aktivitas penambangan emas ilegal.

“Di daerah Baduy, kasus penambangan liar sudah terjadi sejak lama, dan sudah sangat meresahkan masyarakat. Ini harus menjadi perhatian semua pihak,” katanya.

LaNyalla mengingatkan, penambangan ilegal dapat merusak kelestarian alam. Ia pun menyayangkan kurang gesitnya pihak kepolisian menghentikan aktivitas ilegal yang merugikan tersebut.

“Penambangan ilegal ini kan menyebabkan kerusakan lingkungan yang berakibat terjadinya bencana longsor dan banjir. Setelah viral baru polisi gerak cepat. Kita harap ke depan jangan menunggu keluhan dulu, tapi harus ada antisipasi,” tegasnya.

Polisi sendiri sudah menutup penambangan emas ilegal di Gunung Liman yang dianggap sakral bagi warga Suku Baduy. Selain itu, sebanyak 5 orang telah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka yang merupakan satu jaringan mulai dari pelaku penambangan, pengolah, hingga pemasok merkuri.

“Dengan ditangkapnya pelaku perusak hutan dan penambang emas ilegal di Hutan Adat Suku Baduy, pelaku harus diberikan hukuman yang berat, serta diharapkan memberikan efek jera bagi perusak lainnya,” kata LaNyalla.

Para gurandil diketahui datang dari daerah yang berdekatan dengan Gunung Liman. Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Timur itu mengatakan, mereka merupakan oknum yang salah menafsirkan tanah adat sehingga perlu dilakukan langkah-langkah persuasi.

“Ini mereka kan mengira tanah adat bisa dimanfaatkan secara bebas, padahal tidak boleh. Pemda bersama pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta pihak kepolisian harus lebih banyak turun ke lapangan untuk melakukan sosialisasi. Ajak tetua dan tokoh adat menginformasikan kepada warganya,” paparnya.

Alumnus Universitas Brawijaya itu juga meminta kepolisian bersama jajaran Satpol PP dan pengawas hutan untuk sering melakukan patroli. Dengan begitu, oknum-oknum nakal cepat terdeteksi jika melakukan perbuatan terlarang.

“Pemkab Lebak harus berfokus pada penyelamatan hutan dan budaya Baduy dari para perusak dan pelaku penambang emas ilegal, karena sudah sangat merugikan masyarakat Baduy,” katanya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *