Judicial Review Sebagai Cara Solutif Lawan UU Cipta Kerja

Suaralantang.comBeberapa hari ini publik dihebohkan dengan keputusan DPR-RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dalam rapat paripurna hari Senin (5/10) lalu. Bukan hanya disebabkan oleh begitu ngebut dan abainya DPR terhadap protes keras beberapa kalangan dalam proses penyusunan UU Cipta Kerja, melainkan juga adanya beberapa poin kontroversial yang dinilai merugikan masyarakat tercantum dalam UU tersebut.

Undang-Undang yang disusun menggunakan konsep omnibus Law atau penyusunan satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU lainnya tersebut dimaksudkan  untuk merampingkan sektor perizinan dari segi jumlah untuk memperlancar bisnis dan investasi. Namun demikian banyak elemen masyarakat yang menilai UU tersebut justru menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan cenderung hanya menguntungkan pengusaha dan investor.

Ada beberapa poin yang dinilai merugikan masyarakat terutama kaum buruh, diantaranya yakni penghapusan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan diganti dengan Upah Minimum Propinsi (UMP), menghapus ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang berpotensi akan menimbulkan pegawai kontrak seumur hidup dan PHK sepihak, dipangkasnya masa istirahat/ cuti bagi pekerja, semakin panjangnya waktu lembur bagi pekerja, kemudahan bagi penggunaan Tenaga Kerja Asing, dan beberapa poin lainnya yang tersebar dalam pasal-pasal di beberapa klaster yang tidak hanya merugikan para buruh melainkan juga elemen masyarakat lainnya seperti masyarakat adat, petani, nelayan, dan masyarakat kecil lainnya.

Menanggapi hal tersebut muncul protes di masyarakat untuk membatalkan UU tersebut. Mulai dari para serikat buruh yang mengancam akan mogok kerja nasional, demonstrasi besar-besaran dari berbagai elemen masyarakat, hingga netizen di media sosial pun melakukan berbagai hal untuk memprotes UU tersebut, diantaranya melalui tagar #MosiTidakPercaya yang kini menjadi trending topic hingga ramai-ramai melaporkan akun Instagram resmi DPR RI ke pihak Instagram.

Namun muncul pertanyaan dari para pengamat mengenai efektifitas upaya-upaya tersebut, terlebih mengenai resiko pengerahan masa dalam masa pandemi Covid 19 dan aksi mogok kerja di masa resesi ekonomi yang serba sulit ini.

Beberapa pakar hukum menyebutkan ada dua cara untuk membatalkan UU Cipta Kerja tersebut secara konstitusional, yakni melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) oleh Presiden.

Menurut Zainal Arifin Mochtar, pakar Hukum Tata Negara, cara yang paling memungkinkan adalah melalui judicial review ke MK, bisa menguji masalah materiil, formil, pasal per pasalnya dan metode pembentukannya. Namun uji materi tersebut belum bisa langsung diajukan ke MK, sebab UU tersebut baru saja disahkan dan belum diundangkan sehingga belum bisa dijadikan dasar untuk mengajukan uji materi. Sebuah peraturan resmi diundangkan manakala telah ditanda tangani presiden dan telah dicatat dalam lembar negara.

Sementara itu mengenai penerbitan Perppu oleh Presiden, banyak kalangan yang menilai hal tersebut sangat kecil kemungkinannya bisa terjadi. Hal tersebut dikarenakan UU Cipta Kerja itu sendiri adalah inisiatif dari Presiden di awal pemerintahan jilid keduanya untuk meringkas beragam regulasi yang dinilainya tumpang tindih melalui skema omnibus law demi memperlancar bisnis dan investasi di Indonesia. (SL/Red)

Sumber : lbhumat.pbbsidoarjo.or.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *